Mushola di Mall

Tuesday, January 5, 2010
Liburan tahun baru kemarin, kami sekeluarga memilih silaturahim dengan orang tua di Klaten. Di sela-sela silaturahim, istri mengajak jalan-jalan ke Plasa Klaten, disana ada salah satu tenant yang cukup di kenal masyarakat yaitu matahari.

Pengunjungnya cukup ramai, perkiraan pengunjung saat itu sekitar seribuan orang. Kami lihat banyak discount yang di tawarkan, mulai dari 20 % - 70 % dan juga ada yang disount 20 ribu + 50 %. Istri saya memilih-milih baju kemeja untuk d hadiahkan kepada saya ( seneng juga punya istri yang suka memberi hadiah tiba-tiba), tapi dengan halus saya menolaknya. Menurut saya harga di sana walaupun sudah discount 50% tetap saja mahal apalagi merknya bukan dalam negeri, lebih baik beli di klewer atau PKL, kemanfaatannya jelas karena bisa menggerakkan ekonomi kecil. Akhirnya kami tidak jadi untuk berbelanja.

Puas kami melihat-lihat barang untuk sekedar survei harga, kamipun bersegera menuju mushola untuk menunaikan sholat magrib. Tiba di mushola, betapa heran dan kaget saya.. pintu utama untuk masuk ke mushola satu pintu dengan pintu masuk ke toilet wanita, dengan prasangka baik saya tetap masuk menuju mushola. Sampai di mushola, alangkah sedih dan miris hati ini... luas mushola mungkin sama dengan luas toilet ! hanya cukup untuk 3 orang, dan ruangan tepat di sebelah depan mushola berjajar beberapa toilet wanita. Sepertinya ruangan mushola tersebut memang tidak di desain untuk sholat, hal ini terlihat interior ruangannya yang sama persis dengan interior toilet.



Betapa sangat kontras dengan suasana di luar, bangunan 3 lantai yang sangat luas dan bersih. Setiap sudut ruangan di penuhi dengan orang yang sedang melakukan transaksi.Tetapi, musholanya sangat mengenaskan ! Dan cenderung mengarah pada penghinaan sebuah mushola yang di sucikan kaum muslimin. Apa susahnya membuatruangan untuk mushola yang layak dengan bangunan sebesar itu ? Bukankah mushola tersebut di butuhkan para konsumen dan karyawan di situ ?

Saya tidak tahu apakah sebagian besar mall memang begitu kondisinya ..?

Sebuah masukan untuk pihak berwenang, dalam hal ini pemda/pemkot :
Hendaknya ketika perijinan pendirian mall di ajukan, di lihat dulu site plan untuk publik area terutama mushola. Pastikan bahwa mushola ada dalam site plan yang di usulkan.

Saya jadi teringat dengan sebuah mall di Bandung yang kami kunjungi saat milad TDA ke-3, menurut saya mall tersebut benar-benar fonomenal. Bangunannya cukup megah, terdiri 6 lantai, karyawannya semua berbusana rapi dan menutup aurat. Diluarnya terlukis 99 Asmaul Husna. Nama mall tersebut adalah Abdurrahman bin 'Auf Trade Center (ATECE). Pemiliknya bernama H Alay, pengusaha pribumi asal Bikittinggi. Info tentang ATECE ada di sini : http://www.tangandiatas.com/print.php?ar_id=180
Seandainya setiap kota ada mall seperti ATECE tentu akan menjadi alternatif utama bagi muslimin untuk berbelanja.

Ini kesempatan emas, ayo siapa yang ikut mendaftar menjadi Owner Mall Islami ..? Di buka lowongan untuk menjadi Owner Mall megah dan Islami, bersedia menempati di setiap kota di Indonesia.

1 comments:

oepik said...

Subhanallah...
Seandainya Mall seperti itu ada di Jogja, pasti sejuuuuk