Memasuki Babak Baru Dunia ZAKAT

Tuesday, September 4, 2007
Pengelolaan zakat pada zaman Rasululloh dan kholifah Umar bin Abdul Aziz merupakan sejarah gemilang yang harus menjadi inspirasi bagi setiap muslim. Saat itu kehidupan seorang muslim sangat terjamin, distribusi kekayaan tidak menunjukkan sebuah ketimpangan, kekayaan para agniya (orang kaya) dengan penuh kesadaran memberikan hak-hak mustahik(penerima zakat) dengan adil. Begitu juga kaum miskin sangat terjaga izzahnya sehingga tidak ada jeritan-jeritan atau sebuah tindakan yang menunjukkan ekspresi sebuah ketidakpuasan sebuah sistem. Bahkan, karena makmurnya kehidupan muslim saat itu, amil zakat kebingungan untuk mencari orang-orang yang mau menerima dana zakat, karena sebagian besar muslim termasuk orang-orang kaya yang taat membayar zakat.

Dengan semangat tersebut, salah satu lembaga amil zakat di Solo mengadakan Pelatihan Manajemen Zakat di Hotel Quality Solo pada 2 September 2007. Peserta yang mengikuti berasal dari berbagai daerah di Jateng dengan jumlah lebih dari 50 orang.

Ada tiga nara sumber, Ust Irfan Supandi menyampaikan tentang zakat maal di era modern, Ahmad Juwaini ( Direktur SDM Dhompet Dhuafa) menyampaikan tentang strategi pengelolaan zakat, dan Hammy Wahjunianto ( Ketua umum Forum Zakat) tentang srtategi marketing.

Saya ( mewakili LAZIS UNS : www.lazis.uns.ac.id) terkesan yang disampaikan oleh bapak Ahmad Juwaini tentang latar belakang pengelolaan zakat di Indonesia. Ketika orang bertanya apa jejak sholat selama 800 tahun Islam ada di Indonesia ? (abad 13 Islam masuk di Indonesia). Maka kita bisa menjawab bahwa hampir setiap kampung terdapat masjid, dan bahwan terdapat 2 masjid terbesar di Asia, masjid Istiqlal di Jakarta dan Masjid Akbar di Surabaya serta terdapat masjid yang berkubah emas di daerah depok. Begitu juda dengan haji, hampir di setiap daerah memiliki asrama haji. Tetapi, ketika di tanya kemana jejak zakat ? maka kita tidak bisa menjawab apa-apa, karena orang miskin teteap saja lebih banyak.

Di sisi lain, beliau menyampaikan bahwa terdapat salah kaprah cara pandang umat Islam di Indonesia ketika mengaplikasikan ibadah zakat. Pertama, zakat itu identik dengan zakat fitrah saja, sehingga hanya di keluarkan di bulan Ramadhan, padahal setiap bulan adalah bulan zakat, karena zakat maal itu hanya terkait dengan nishab dan haul ( bisa jatuh tempo setiap bulan). Kedua, tentang pengelolaan zakat, sebelum era 90-an zakat di kelola dengan tradisional dan asal-asalan, sebagai contoh dalam mengurus masjid, pengurus masjid hanya mengelola dalam waktu 2 jam setiap minggu di hari Jum'at, yang mengurus pun orang-orang tua, bagaimana bisa berkembang..? untuk urusan duniawi saja, banyak orang yang bekerja 8 jam setiap hari.

Seharusnya, zakat sebagai ibadah yang mengandung dimensi vertikal dan horisontal jauuuuuuuh...... memerlukan manajemen profesional dan dengan SDM yang profesional juga.

Seiring dengan yang disampaikan pak Hammy, perlu sebuah strategi untuk mengenalkan atau edukasi zakat ke masyarakat dan masyarakat bisa di rubah !! sebelum tahun 90-an orang tidak banyak yang membayar zakat, sekarang sudah banyak orang yang membayar zakat rutin setiap bulan, dan sudah banyak lembaga profesional yang menangani zakat dengan SDM yang handal.

Saat ini sudah ada Dewan Zakat Asia, sehingga bukan mustahil, memasuki babak baru dunia zakat beberapa dekade ke depan akan ada lembaga dunia yang menjadi pengganti IMF, UNDP, dan lembaga-lembaga sekuler lain untuk menjadi solusi atas krisis - krisis kemanusiaan yang terjadi.

Salam FUNtastis...

0 comments: